Kamis, 08 Maret 2012

Sahabat Kecil


Suatu hari yang panas, seorang gadis kecil sedang bermain di bawah rerimbunan pohon dengan seorang temannya. Gadis itu bernama Meilin Afrita Selendina dan temannya Randy Saputra. Mereka berdua begitu dekat seperti hubungan kakak-adik. Saat itu Randy berusia 8 tahun dan Meilin berusia 7 tahun, mereka sama sekali belum mengerti dengan arti cinta. Waktu demi waktu bergulir, kini mereka sudah menginjak kelas 1 SMP dan 6 SD. Rasa itu pun mulai tumbuh di antara mereka berdua, sepulang sekolah mereka berjanji untuk bertemu.

“Mei.” undang Randy.

“Apa kak Ran?”

“Ntar pulang sekolah, kita ketemuan yuk di taman dekat rumah.” ajak Randy.

“Emangnya ada apa?”

“Ada yang mau aku omongin sama kamu.”

“Kenapa nggak sekarang aja?” tanya Meilin.

“Nggak apa-apa, pokoknya ntar tunggu ya. Aku mau berangkat sekolah dulu.” pamitnya.

Setelah itu mereka berdua pergi ke sekolah masing-masing. Selama di kelas Meilin terus memikirkan perkataan Randy tadi.

“Kira-kira apa yang bakal kak Randy omongin ya?” tanyanya dalam hati.

Sepulang sekolah, Meilin bergegas pergi ke taman di dekat rumahnya. Satu menit… Lima menit… tiga puluh menit… sampai akhirnya satu jam…

“Huh…!!! Kak Randy itu mana sih, kok nggak dateng-dateng…!!!” ucap Meilin sambil menggerutu.

GRUDUK….GRUDUK….JDARRR… Suara petir mulai terdengar, Meilin memandangi langit yang ternyata sudah berwarna gelap dan mendung menandakan sebentar lagi hujan akan turun.

“Duhh… Mana bentar lagi mau hujan lagi. Tapi kok kak Randy belum dateng-dateng juga… Apa ku tinggal aja ya??? Eh, tapi ntar kalo aku pulang, terus kak Randy dateng, ntar kak Randy yang kasihan karena hujan-hujan gini nungguin aku.. Duh…” ucapnya pusing.

Meilin pun pergi ke pinggir jalan raya dan menunggu Randy disana. Akhirnya Randy datang dan menyeberang jalan. Ketika Randy berdiri di garis putih pada tengah jalan raya. Meilin berteriak.

“Hei..!!! Kakak bodoh… Kamu itu ngapain aja kok sampai lama banget. Aku nunggu kamu udah satu jam tahu..!!!” teriak Meilin sekencang – kencangnya.

“Ahaha maaf ya..!! Aku tadi lupa ngasih tahu kamu kalo aku pulang telat, MAAAFFF…!!!” teriak Randy lebih keras lagi.

“Ya udah, ayo cepetan nyebrang…!!”

Ketika Randy mulai menyeberang, menuju tempat Meilin berdiri, dengan tatapan serius dia berkata, “Aku sejak dulu… udah… su… su…” belum selesai Randy berbicara, tiba-tiba Meilin berteriak.

“KAK RANDY….!!!” teriak Meilin berusaha menarik Randy, tapi sayang itu terlambat dilakukannya. Sebuah mobil kijang menyerempet Randy, dan dia terpental. Kepalanya menghantam sebuah batu dan mengalami pendarahan yang hebat.

Meilin yang tidak tahu harus berbuat apa hanya bisa berteriak minta tolong. Orang-orang yang mengetahui kecelakaan itu segera memanggil ambulance. Randy pun di bawa ke rumah sakit terdekat, Meilin pun ikut serta mengantar Randy ke rumah sakit dengan mobil ambulance.

Selama Randy mendapatkan perawatan UGD, Meilin menunggunya dengan sabar sembari berdoa memohon keselamatan. Lalu, seorang pria yang juga mengantar Randy mendekati Meilin.

“Dek, lebih baik kamu menelepon orang tuamu.Agar orang tuamu segera datang kesini untuk menengok kakakmu.” saran pria tersebut.

“Maaf pak, yang di UGD itu bukan kakak kandungku. Tapi tetanggaku.” ucap Meilin.

“Ohh…Maaf, kalo begitu adek telepon orang tua tetangga adek dulu aja..”

“Tapi saya tidak punya ponsel pak, lagi pula di dekat sini nggak ada wartel.” ucap Meilin sedih.

Pria itu merasa iba kepada Meilin, dia pun meminjamkan ponse,. “Ini, om pinjamin ponsel. Telepon dulu..”

“Beneran om??” tanya Meilin tak percaya.

“Iya.”

“Makasih banyak ya pak.” ucap Meilin senang.

Lalu, dia pun menelepon kedua orang tuanya dan orang tua Randy. Tak lama kemudian kedua orang tuanya bersama orang tua Randy datang.

“Kenapa bisa terjadi hal seperti ini Mei?” tanya ibu Randy.

“Itu..” ucap Meilin takut.

“Itu kenapa??” tanya ayah Randy.

“Begini pak, biar saya saja yang cerita.” kata pria baik tersebut.

Setelah itu sang pria menjelaskan kronologis kejadiannya secara mendetail. Pria tersebut pun selesai menceritakannya, beberapa jam kemudian sang dokter keluar dari ruang UGD. Orang tua randy segera bertanya kepada sang dokter.

“Apa yang terjadi dengan anak saya dokter?” tanya ibu Randy ketakutan.

“Apakah nyawa anak saya terselamatkan dokter?” tanya ayah Randy juga.

“Tenanglah bapak-ibu, putra kalian mengalami pendarahan yang luar biasa. Kepalanya yang terbentur mengalami gegar otak.” jelas dokter.

Orang tua Randy sangat kaget hingga tak bisa berkata apa – apa.

“Tapi, bapak-ibu tenang saja karena kami akan melakukan yang terbaik untuk putra bapak dan ibu. Keadaannya masih koma, tetapi sekarang kami akan memindahkannya ke ruangan khusus pasien UGD. Dan bapak-ibu harap melunasi administrasinya.” ucap sang dokter.

Setelah itu mereka pergi ke bagian administrasi, sekembalinya mereka, kami berlima pun mengunjungi ruangan dimana Randy dirawat. Pria yang baik tadi pulang setelah berpamitan kepada orang tua Meilin, dan ia mengembalikan ponsel pria tersebut dan berterimaksih.

Sejak saat itu, Meilin rajin menjenguk Randy yang masih koma. Orang tua Randy hanya bisa menangis dan berdoa memohon kesembuhan untuk anaknya. Meilin merasa kasihan dan bersalah kepada orang tua Randy. Suatu hari, Meilin datang menjenguk Randy dan yang dia temui di ruangan tersebut hanya Maia, ibunda Randy. Maia meminta tolong Meilin untuk menunggui Randy selama dirinya pergi membeli makanan di luar.

Ketika ibunda Randy pergi, Meilin terus memperhatikan keadaan randy yang kepalanya masih di pakaikan perban. Tanpa terasa air matanya menetes.

“Kamu itu kok nggak bangun – bangun sih kak Randy. Aku kesepian tahu..!!” ucap Meilin sedih.

“Khh…” tiba-tiba terdengar suara yang asalnya dari Randy.

“Kak… Kak Randy sudah sadar…” ucap Meilin senang, ia pun pergi memanggil ibunda Randy.

Meilin dan ibunda Randy pun bergegas kembali ke kamar Randy.

“Me…Mei..” ucap Randy masih terputus-putus.

“Randy… Anakku… Kamu sudah sadar..” ucap sang ibu.

“I..ibu…” ucap Randy.

“Untunglah…Alhamdulillah kak Randy…” syukur Meilin.

“Mei…a..ada..yang..mau..aku..omongin..sama..kamu..” ucap Randy terbata-bata.

“Jangan banyak bicara dulu nak.” suruh sang ibu.

“Nggak apa-apa ibu.” ucap Randy.

“Kak Randy…Inikah kelanjutan kata-katamu waktu itu?” tanya Meilin.

“Iya, aku..suka..sama..kamu..”

“Kak, maafkan aku. Gara-gara aku, kakak jadi seperti ini.” ucap Meilin sambil menangis.

“Dasar, itu bukan gara-gara kamu kok. Ibu, maafkan kesalahanku ya, aku sayang ayah dan ibu. Hidupku mungkin tak lama lagi. ” ucap Randy.

“Jangan bicara seolah-olah kamu akan mati nak. Ibu dan ayah juga menyayangimu.”

“Fuh…aku capek..aku mau istirahat dulu..” ucap Randy semakin melemah .

“Ti..tidak..Kak…Kak Randy jangan mati..Katanya kakak suka sama aku.. Kalo gitu kakak nggak boleh mati, kakak harus bertahan hidup.” ucap Meilin menyemangati.

NIIIITTTT………………………..Bunyi alat pendeteksi jantung yang menandakan jantung tidak berdetak lagi.

“Akh…” ucap ibu Randy tak percaya sambil menutupi mulutnya dan dengan mata berkaca-kaca.

“Kak..Kak Randy…” ucap Meilin tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

TES…Air mata yang tak terbendung mulai membasahi kedua pipi Meilin.

“Hey…!!! Kakak bodoh..!!! Ayo bangun…!!! Aku nggak mau begini, Kakak……!!!!!!” teriak Meilin sambil mengguncang-guncangkan badan Randy.

Tubuh itu tetap terbujur kaku di atas ranjang, namun tampak jelas ia telah pergi dengan tenang. Terlihat dari wajah tidurnya yang tersenyum di sudut bibirnya.

“Selamat tinggal Kakak…..”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar